Online Catalogue

Online Catalogue

Rabu, 11 Juli 2012

Aku, Kamu, dan Nyamuk Gendut Kaya Raya serta Pria Berkumis


Semua manusia di sekelilingku jahat. Mereka selalu berusaha untuk membunuhku dengan segala cara. Pernah aku hampir saja dibunuh dengan tangan seseorang yang tinggal di rumah ini. Untung saja aku berhasil kabur darinya. Mengapa mereka begitu pelit dengan darah mereka yg setiap harinya mengalir di seluruh peredaran dalam tubuhnya? Aku hanya meminta setetes saja. Bahkan bukan setetes. Kurang dari setetes. Hanya untuk memenuhi kebutuhan perkembangbiakan telur-telurku.

Pernah suatu ketika aku sedang menghisap darah seorang gadis kecil. Lalu tiba-tiba hantaman angin begitu kuat hingga berhasil menerbangkanku. Tak lama setelah aku bangkit, bau asap-asap beracun mulai memenuhi isi ruangan. Untung saja pada saat itu aku membawa masker di sakuku. Aku terbang dengan tergopoh-gopoh menuju luar kamar itu. Baru saja aku berhasil melewati rintangan tadi, seorang wanita paruh baya mengayun-ayunkan sebuah benda yang akupun tidak tahu apa namanya. Benda itu pernah aku lihat di televisi pada saat pertandingan bulu tangkis. Apa mungkin semua benda itu mengandung listrik? Seram sekali. Tetanggaku terenggut nyawanya karena benda itu. Seketika bau hangus menyeruak dari jasadnya. Dan ia gosong! Menyeramkan sekali. Dengan segala cara aku menghindari ayunan benda ini. Dan lagi-lagi, aku berhasil melewatinya.

Senja sudah mulai tampak. Ini waktunya aku untuk mencari beberapa sedot darah manusia. Sejak aku bercerai dengan suamiku, aku menjadi seekor single parent. Aku jalani hari-hariku untuk menjaga telur-telurku walaupun menyandang sebuah gelar janda. Aku tak akan menceritakan sebab aku bercerai dengan suamiku. Itu terlalu menyakitkan. Mengapa ia meninggalkanku hanya demi seekor nyamuk gendut yang kaya raya itu? Huhuhu... sudah kesekian kalinya air mataku jatuh untuknya. Namun ia tak pernah mempedulikan aku dan telur-telurku. Dimana tissue? Aku butuh tissue. Huhuhu...

Aku menyusuri teras rumah langgananku ini dengan lengang. Kutunggu saja hingga pintu rumah ini terbuka. Tak lama kemudian pintu mulai terbuka. Namun  apa  yang aku saksikan? Mantan suamiku sedang terbang dengan mesra bersama nyamuk gendut kaya raya itu! Hatiku hancur seketika. Aku memutuskan untuk pindah ke rumah sebelah saja agar aku tak menyaksikan mereka berdua yang sedang berterbang mesra.

Tetanggaku ada yang mengatakan bahwa di rumah ini sangat banyak memakan korban. Namun aku tak peduli. Demi telur-telurku, aku rela mencari darah walau badai menghadang. Pintu rumah terbuka. Aku tak akan membuang kesempatan ini. Langsung saja aku masuk ke rumah ini. Aku lihat seorang pria berkumis, berantakan-kumuh-miskin ini menyapu. Banyak sekali kotorannya. Benar-benar rumah yang jorok. Kalau bukan karena di rumah langgananku ada mantan suamiku dan nyamuk gendut kaya raya itu, aku mengumpat dalam hati tak akan ke rumah ini lagi.

Tapi, tunggu sebentar. Kotoran-kotoran yang disapu itu mengapa bergerak-gerak? Penasaran, kuhampiri saja kotoran-kotoran yang sedang disapu itu. Astaga! Itu semua kan tetangga-tetanggaku dari RT 05 dan 06! Itu ada nyamuk Eti, nyamuk Meta, dan beberapa teman-teman segosipku. Apa yang harus kulakukan?! Karena terlalu sibuknya aku memikirkan nasib teman-temanku, aku tidak menyadari bahwa dibelakangku, si pria berkumis itu, bersiap menyemprotkan racun kepadaku. Dengan sigap aku meraih masker di sakuku. Tunggu. Mana maskernya? Mana? Sebelum berangkat tadi aku ingat dan dakin sekali telah menaruh masker di saku. Lalu sekarang mana? Mengapa tidak ada? Ah, aku baru ingat. Pada saat aku menangis melihat mantan suamiku tadi, kukira itu tissue dan aku telah membuangnya! Bagaimana ini?! Cairan-cairan racun telah disemprotkan pria berkumis itu ke arahku. Baunya amat menyengat. Tidak seperti di rumah langgananku yang racunnya wangi lavender. Aku tak kuat. Tak sanggup. Jika aku mati, siapa yg akan merawat telur-telurku? Tidak, aku tak boleh mati. Oh Tuhan, pria itu terus menerus menyemprotkannya. Sayapku lemah. Aku terkulai di lantai. Gelap. Gelap yang kurasa. Apakah aku sudah mati? Oh, telur-telurku. Aku menyayangi kalian.