Semua manusia di sekelilingku jahat. Mereka selalu
berusaha untuk membunuhku dengan segala cara. Pernah aku hampir saja dibunuh
dengan tangan seseorang yang tinggal di rumah ini. Untung saja aku berhasil
kabur darinya. Mengapa mereka begitu pelit dengan darah mereka yg setiap
harinya mengalir di seluruh peredaran dalam tubuhnya? Aku hanya meminta setetes
saja. Bahkan bukan setetes. Kurang dari setetes. Hanya untuk memenuhi kebutuhan
perkembangbiakan telur-telurku.
Pernah suatu ketika aku sedang menghisap darah seorang
gadis kecil. Lalu tiba-tiba hantaman angin begitu kuat hingga berhasil
menerbangkanku. Tak lama setelah aku bangkit, bau asap-asap beracun mulai
memenuhi isi ruangan. Untung saja pada saat itu aku membawa masker di sakuku. Aku
terbang dengan tergopoh-gopoh menuju luar kamar itu. Baru saja aku berhasil
melewati rintangan tadi, seorang wanita paruh baya mengayun-ayunkan sebuah
benda yang akupun tidak tahu apa namanya. Benda itu pernah aku lihat di
televisi pada saat pertandingan bulu tangkis. Apa mungkin semua benda itu
mengandung listrik? Seram sekali. Tetanggaku terenggut nyawanya karena benda
itu. Seketika bau hangus menyeruak dari jasadnya. Dan ia gosong! Menyeramkan sekali.
Dengan segala cara aku menghindari ayunan benda ini. Dan lagi-lagi, aku
berhasil melewatinya.
Senja sudah mulai tampak. Ini waktunya aku untuk mencari
beberapa sedot darah manusia. Sejak aku bercerai dengan suamiku, aku menjadi seekor
single parent. Aku jalani hari-hariku untuk menjaga telur-telurku
walaupun menyandang sebuah gelar janda. Aku tak akan menceritakan sebab aku
bercerai dengan suamiku. Itu terlalu menyakitkan. Mengapa ia meninggalkanku
hanya demi seekor nyamuk gendut yang kaya raya itu? Huhuhu... sudah kesekian
kalinya air mataku jatuh untuknya. Namun ia tak pernah mempedulikan aku dan
telur-telurku. Dimana tissue? Aku butuh tissue. Huhuhu...
Aku menyusuri teras rumah langgananku ini dengan
lengang. Kutunggu saja hingga pintu rumah ini terbuka. Tak lama kemudian pintu
mulai terbuka. Namun apa yang aku saksikan? Mantan suamiku sedang
terbang dengan mesra bersama nyamuk gendut kaya raya itu! Hatiku hancur
seketika. Aku memutuskan untuk pindah ke rumah sebelah saja agar aku tak
menyaksikan mereka berdua yang sedang berterbang mesra.
Tetanggaku ada yang mengatakan bahwa di rumah ini sangat
banyak memakan korban. Namun aku tak peduli. Demi telur-telurku, aku rela
mencari darah walau badai menghadang. Pintu rumah terbuka. Aku tak akan
membuang kesempatan ini. Langsung saja aku masuk ke rumah ini. Aku lihat
seorang pria berkumis, berantakan-kumuh-miskin ini menyapu. Banyak sekali kotorannya.
Benar-benar rumah yang jorok. Kalau bukan karena di rumah langgananku ada
mantan suamiku dan nyamuk gendut kaya raya itu, aku mengumpat dalam hati tak
akan ke rumah ini lagi.
Tapi, tunggu sebentar. Kotoran-kotoran yang disapu itu
mengapa bergerak-gerak? Penasaran, kuhampiri saja kotoran-kotoran yang sedang
disapu itu. Astaga! Itu semua kan tetangga-tetanggaku dari RT 05 dan 06! Itu ada
nyamuk Eti, nyamuk Meta, dan beberapa teman-teman segosipku. Apa yang harus
kulakukan?! Karena terlalu sibuknya aku memikirkan nasib teman-temanku, aku
tidak menyadari bahwa dibelakangku, si pria berkumis itu, bersiap menyemprotkan
racun kepadaku. Dengan sigap aku meraih masker di sakuku. Tunggu. Mana maskernya?
Mana? Sebelum berangkat tadi aku ingat dan dakin sekali telah menaruh masker di
saku. Lalu sekarang mana? Mengapa tidak ada? Ah, aku baru ingat. Pada saat aku
menangis melihat mantan suamiku tadi, kukira itu tissue dan aku telah
membuangnya! Bagaimana ini?! Cairan-cairan racun telah disemprotkan pria
berkumis itu ke arahku. Baunya amat menyengat. Tidak seperti di rumah
langgananku yang racunnya wangi lavender. Aku tak kuat. Tak sanggup. Jika aku
mati, siapa yg akan merawat telur-telurku? Tidak, aku tak boleh mati. Oh Tuhan,
pria itu terus menerus menyemprotkannya. Sayapku lemah. Aku terkulai di lantai.
Gelap. Gelap yang kurasa. Apakah aku sudah mati? Oh, telur-telurku. Aku menyayangi
kalian.
Ibu nyamuk yang baik :3
BalasHapuspfft :3
BalasHapus